Apakah yang di Maksud Sholat Sunnah Syuruq ? Dan apa keutamaan Pahalanya ?
1.Ada
tiga hal yang menyebabkan saya untuk membahas tentang masalah ini:
Pertama: Karena istilah shalat ini tidak populer tidak banyak orang yang
mengetahui keutamaannya.
2.Kedua: Karena saya ingin kaum
muslimin ketika mengerjakannya didasari dengan ilmu pengetahuan, dalil
dan hujjah sehingga tidak sekedar ikut-ikutan. Ketiga: Agar kaum
muslimin tidak mengerjakan ibadah yang dianggap berpahala padahal
justeru mendapatkan dosa karena melakukannya diwaktu yang dilarang.
Lebih kurang waktu yang baik adalah Pk 5.55 Am. Menunggu lebih kurang 7
sd 15 menit agar saat melaksanakannya tidak pada saat bersamaan
keluarnya syaiton atau di waktu dua tanduk syaiton.
3.Shalat
Syuruq ini tidak banyak dikenal dalam buku-buku Fiqih Klasik juga para
Madzhab fiqih. Mereka tidak memasukkan shalat Syuruq ini bagian dari
shalat-shalat sunnah. Karena mereka menganggap bahwa shalat ini bukan
shalat yang mandiri tetapi mereka memasukkannya ke dalam shalat Dhuha,
hanya saja karena dikerjakan selepas terbit Matahari maka disebut
dengan shalat Syuruq.
#Dan jika shalat itu dikerjakan setelah itu, maka disebut dengan shalat Dhuha.
Pertanyaan:
Bismillaah, assalamu ‘alaikum…afwan ustadz ana mau bertanya..
1.
Apa derajat hadist dari hadist ini, Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam Bersabda Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah lalu berdzikir
kepada Allah ta’ala hingga terbit matahari, kemudian dia shalat dua
rakaat,maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah,
Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengatakan pahalanya
sempurna,sempurna dan sempurna (Hr. At tirmidzi)…
2. Dan
Bolehkah ana melakukan shalat di waktu syuruq tetapi setelah shalat
subuh berjamaah ana pulang sebentar trus kembali lagi ke masjid sampai
matahari terbit? Rumah ana sekitar 10 meter dari masjid…syukron…
Jawaban:
Wa’alaikumussalam,
1. Hadits yang Anda tanyakan berbicara tentang sholat yang dilakukan pada waktu
syuruq dan derajatnya hasan insya Allah ta’ala, sebagaimana diterangkan oleh
Al-Imam Al-Muhaddits Al-Albani rahimahullah dalam
Ash-Shahihah, no. 3403 dengan lafaz:
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ
حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa
yang shalat subuh berjamaah lalu berdzikir kepada Allah ta’ala hingga
terbit matahari, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan
pahala seperti pahala haji dan umrah, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa
sallam mengatakan: Pahalanya sempurna, sempurna, sempurna.”
[HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]
Hadits
di atas menunjukkan ganjaran sholat sunnah syuruq yang sangat besar
dengan 4 syarat: 1) Sholat shubuh berjama’ah, 2) Dilakukan di masjid,
3) Duduk berdzikir kepada Allah ta’ala di masjid sampai matahari
terbit, 4) Sholat dua raka’at.
2. Jika kepulangan Anda karena suatu hajat dan hanya dalam waktu yang singkat maka tidak mengapa insya Allah ta’ala.
Beberapa Faidah:
Faidah Pertama: Jika keluarnya seseorang dari masjid untuk suatu amalan yang lebih besar seperti menuntut ilmu maka itu lebih afdhal [Lihat
Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 12/115, no. 19008]
Faidah Kedua: Jika seseorang sholat di rumahnya karena udzur syar’i seperti sakit atau
khauf (takut),
lalu ia melakukan amalan seperti dalam hadits di atas maka ia
mendapatkan pahala yang sama insya Allah ta’ala. Hal ini juga berlaku
bagi wanita, dan lebih afdhal sholatnya wanita di rumahnya [Lihat
Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibni Baz rahimahullah, 11/389]
Juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ ، أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar, maka ditulis untuknya pahala yang biasa ia kerjakan ketika mukim lagi sehat.”
[HR. Al-Bukhari dari Abu Musa radhiyallahu’anhu]
Faidah Ketiga:
Waktu syuruq adalah setelah matahari terbit dan meninggi seukuran satu
tombak. Dan jika seseorang luput darinya sholat sunnah fajar yang
biasa ia kerjakan, hendaklah ia mengqodho’nya terlebih dahulu, baru
kemudian sholat syuruq [Lihat
Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 14/204, no. 869]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Namun
bila kita ingin menjadikannya shalat secara mandiri maka shalat Syuruq
adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah matahari terbit dengan
ketinggian minimal satu tombak, yaitu habisnya waktu terlarang
mengerjakan shalat.
Dalil Shalat Syuruq
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِىُّ الْبَصْرِىُّ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو ظِلاَلٍ عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ
صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ
حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
غَرِيبٌ. قَالَ وَسَأَلْتُ مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَاعِيلَ عَنْ أَبِى
ظِلاَلٍ فَقَالَ هُوَ مُقَارِبُ الْحَدِيثِ. قَالَ مُحَمَّدٌ وَاسْمُهُ
هِلاَلٌ.
Artinya:
(Tirmidzi berkata:) Telah berkata
kepadaku Abdullah bin Muawiyah al-Jumahi, telah berkata kepadaku Abdul
Aziz bin Muslim, telah berkata kepadaku Abu Zhilal dari Anas bin Malik,
beliau berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang
shalat shubuh dengan berjamaah kemudian duduk dan berdzikir kepada
Allah hingga matahari terbit, kemudian melaksanakan shalat dua rakaat
maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah. Anas
berkata: Rasulullah bersabda: ” Sempurna, Sempurna, Sempurna”. Abu Isa
(Tirmidzi) berkata: Hadits ini adalah hadits hasan Gharib. Dia
(Tirmidzi) juga bertanya: “Saya telah menanyakan kepada Muhammad bin
Ismail tentang Abu Zhilal. Maka dia menjawab: Dia adalah Muqaribul
Hadits, namanya adalah hilal.
Kajian Hadits:
1)
Hadits ini dengan redaksi demikian hanya dijumpai dalam Sunan
Tirmidzi, tidak ada satupun kitab hadits yang meriwayatkan hadits
tersebut dengan redaksi seperti ini.
2) Hadits ini
disebut oleh Imam Tirmidzi sebagai hadits Hasan Gharib. Dalam kitabnya,
Imam Tirmidzi menyebut “Hasan Gharib” sebanyak 1240 kali. Hadits hasan
menurut Imam Tirmidzi adalah: Setiap hadits yang diriwayatkan yang di
dalamnya tidak ada sanad yang diduga berdusta, juga bukan termasuk
hadits Syadz dan diriwayatkan tidak dari satu arah. Gharib artinya
hadits ini jarang yang meriwayatkan. Jumhur ulama’ mengatakan bahwa
definisi Tirmidiz seperti itu sama dengan hasan li ghairihi yaitu
hadits yang asalnya dhaif kemudian terangkat menjadi hasan karena ada
hadits lain yang menguatkannya.
3) Al-Bani juga
mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits hasan. Karena didukung dengan
hadits yang lain. Ada sekitar 3 hadits yang senada dengan hadits di
atas. Yaitu hadits Ibnu Umar, Aisyah, Abu Umamah.
4)
Ada kemajhulan dari segi sanad hadits ini, yaitu Abu Zhilal yang
menggunakan nama panggilan bukan menggunakan nama asli. Namun hal itu
sudah diklarifikasi ternyata dia adalah Hilal. Hadits ini disebut
Gharib karena hanya Abu Zhilal yang meriwayatkannya dari Anas bin Malik.
Abu Zhilal adalah Hilal bin Abu Hilal al-Qasmali. Ibnu Ma’in berkata:
“Ia tidak apa-apa, dia dhaif tetapi tidak apa-apa.” Abu Hatim berkata:
“Ia Dhaif haditsnya”. Abu Daud tidak meridhoinya. Ya’qub bin Sufyan:
“Ia lembut haditsnya”. Nasai berkata: Ia Dhaif, tidak tsiqoh. Ibnu
Hibban berkata: “Ia syaikh yang suka lupa dan perkataannya sama sekali
tidak boleh dipakai hujjah.”
Kajian Fiqih
Shalat
Syuruq adalah shalat sunnah yang dikerjakan setelah matahari terbit
setinggi satu tombak. Shalat ini sebagaimana saya katakan, adalah
termasuk shalat dhuha sebagaimana dikatakan juga oleh para ulama’,
sehingga kita tidak menjumpai para ulama’ fiqih memasukkan shalat ini
dalam shalat sunnah secara mandiri (baca: shalat-shalat sunnah). Namun
karena dikerjakan setelah syuruq (terbit) maka disebut dengan shalat
syuruq dan jika dikerjakan setelah itu maka disebut sebagai shalat
dhuha.
Jumlah Rakaatnya minimal dua rakaat dan maksimal delapan
rakaat, ada juga yang berpendapat maksimal 12 rakaat. Tiap rakaat
membaa Fatihah dan membaca ayat Al-Qur’an secara bebas, tidak ada
bacaan surat khusus dalam shalat ini.
Karena termasuk shalat
Dhuha, maka shalat syuruq ini harus dikerjakan setelah syuruq dan tidak
boleh dikerjakan sebelum syuruq atau tepat saat syuruq karena shalat
pada saat tersebut dilarang. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam kitab shahihnya dari Uqbah bin Amir ra, beliau berkata:
ثلاث
ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن أو أن نقبر
فيهن موتانا: حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع، وحين يقوم قائم الظهيرة حتى
تميل الشمس، وحين تضيف الشمس للغروب حتى تغرب.
Artinya:
Ada
tiga waktu di mana Rasulullah melarang kami melakukan shalat di
dalamnya, menguburkan orang mati yaitu ketika matahari terbit hingga
tinggi, ketika orang berdiri tegak dengan bayangannya hingga bergeser
dan ketika matahari akan terbenam hingga terbenam. (HR. Muslim, Daud,
Tirmidzi, Nasa’I, Ad-Darimi, Baihaqi)
Dan ada beberapa
riwayat hadits yang menjelaskan bahwa jarak tunggu matahari terbit
sehingga keluar dari waktu yang dilarang adalah setinggi tombak di mata
orang yang melihatnya. Sebagian ulama’ mengkonversikanya dengan
kira-kira “
15 MENIT” dari terbitnya matahari (waktu Syuruq).
Dalil lain yang menguatkan kesunnahan shalat Syuruq adalah:
وعن
أبي أمامة ؛ قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” من صلى صلاة
الصبح في مسجد جماعة ، يثبت فيه حتى يصلي سبحة الضحى ، كان كأجر حاج أو
معتمر ؛ تاماً حجته وعمرته”. أخرجه الطبراني . وفي رواية :” من صلى صلاة
الغداة في جماعة ، ثم جلس يذكر الله حتى تطلع الشمس…” أخرجها الطبراني.
Diriwayatkan
dari Abu Umamah, beliau berkata: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa
yang shalat shubuh di Masjid dengan berjamaah, dia menetap di dalamnya
hingga shalat sunnah dhuha, maka itu seperti pahala orang haji atau
orang Umrah, sempurna haji dan umrahnya. (HR. Thabrani). Dalam riwayat
lain dikatakan: “Barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah kemudian
duduk, berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit ……. (Lanjutanya
sama). (HR. Thabrani).
Hadits dengan redaksi ini juga
hanya dijumpai dalam hadits riwayat Thabrani. Al-Mundziri mengatakan
dalam kitab Targhibnya bahwa sebagaian perawi hadits ini
diperselisihkan ketsiqahannya walaupun hadits ini juga ada beberapa
riwayat yang memperkuatnya.
Hukum shalat syuruq sama dengan hukum
shalat Dhuha yaitu sunnah. Hanya saja dikerjakan diwaktu yang lebih
awal. Walaupun waktu dari shalat dhuha bukan berada diawal waktu tetapi
ketika matahari sudah panas dan menyengat tubuh. Sebagaimana
diriwayatkan dari Zaid bin Arqam ketika beliau melihat banyak orang
melaksanakan shalat di waktu dhuha maka beliau berkata: “Para sahabat
telah mengetahui bahwa shalat yang paling utama bukan pada waktu
sekarang ini. Karena Rasulullah saw. bersabda:
صلاة الأوابين حين ترمض الفصال
“Shalat Awwabin (Dhuha) adalah ketika sendi-sendi tersengat matahari” (HR. Muslim).
Dan waktu shalat Dhuha berakhir ketika matahari sudah bergeser ke arah barat (Zawal) yaitu masuknya waktu dzuhur.
KESIMPULAN
- Shalat
Syuruq oleh para Ulama’ dimasukkan dalam kategori Shalat Dhuha.
Sehingga niatnya adalah shalat dhuha atau shalat sunnah mutlaq.
Rasulullah hanya menyebutnya shalat dua rakaat. Jika masuk dalam
kategori shalat Dhuha maka hukumnya adalah sunnah Muakkadah.
- Dalil dari shalat syuruq ini adalah hasan, sehingga bias dijadikan dalil apalagi dalam masalah Fadhail A’mal.
- Untuk
mendapatkan pahala sebagaimana disebutkan dalam hadits yaitu mendapat
pahala haji atau umrah maka ada beberapa syarat yaitu Shalat Shubuh
Berjamaah, Tidak keluar dari Masjid hingga terbit matahari, melakukan
dzikir seperti tilawah, baca ma’tsurat saat menunggu terbitnya
matahari.
- Sunnah Shalat Syuruq adalah sunnah Qauliyyah, dan
tidak ada riwayat bahwa Rasulullah melakukan hal itu secara perbuatan
atau merutinkannya. Tetapi walau tidak ada riwayat, bukan berarti
Rasulullah tidak pernah melakukannya.
- Agak sedikit aneh, jika
keutamaan shalat syuruq yang begitu hebat ini ternyata tidak menjadi
perhatian yang besar dalam kitab-kitab Fiqih atau hadits dari para
Ulama’. Hal itu menunjukkan bahwa shalat ini tidak mandiri tetapi masuk
dalam kategori shalat dhuha.
- Shalat syuruq ini dikerjakan
diwaktu dhuha, tidak boleh dikerjakan sebelum terbit atau saat matahari
terbit. Tetapi harus ditunggu + 15 Menit setelah Thulu’ atau syuruq
Matahari.
Demikian penjelasan singkat tentang shalat syuruq, semoga bisa menjadi dalil bagi untuk melaksanakannya. Wallahu a'lam.
Sumber : Ustadz Maftuh Asmuni.
Segala
puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Sedikit di antara kita yang mengetahui shalat yang
satu ini. Shalat ini dikenal dengan shalat isyroq. Shalat isyroq
sebenarnya termasuk shalat Dhuha, namun dikerjakan di awal waktu. Simak
penjelasannya berikut ini.
Asal Penamaan Shalat Isyroq
Penyebutan shalat ini dengan shalat isyraq berdasarkan penamaan sahabat Ibnu ‘Abbas.
Dari ‘Abdullah bin Al Harits, ia berkata,
أن
ابن عباس كان لا يصلي الضحى حتى أدخلناه على أم هانئ فقلت لها : أخبري ابن
عباس بما أخبرتينا به ، فقالت أم هانئ : « دخل رسول الله صلى الله عليه
وسلم في بيتي فصلى صلاة الضحى ثمان ركعات » فخرج ابن عباس ، وهو يقول : «
لقد قرأت ما بين اللوحين فما عرفت صلاة الإشراق إلا الساعة » ( يسبحن
بالعشي والإشراق) ، ثم قال ابن عباس : « هذه صلاة الإشراق »
Ibnu ‘Abbas pernah tidak shalat Dhuha sampai-sampai
kami menanyakan beliau pada Ummi Hani, aku mengatakan pada Ummi Hani,
“Kabarilah mengenai Ibnu ‘Abbas.” Kemudian Ummu Hani mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Dhuha
di rumahku sebanyak 8 raka’at.” Kemudian Ibnu ‘Abbas keluar, lalu ia
mengatakan, “Aku telah membaca antara dua sisi mushaf, aku tidaklah
mengenal shalat isyroq kecuali sesaat.” (Allah berfirman yang artinya),
“Mereka pun bertasbih di petang dan waktu isyroq (waktu pagi).”1 Ibnu ‘Abbas menyebut shalat ini dengan SHALAT ISYROQ.2
Keutamaan Shalat Isyroq
Dari Abu Umamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى
يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ
تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan
berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai
melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang
yang berhaji atau berumroh secara sempurna.”3
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara
berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari
terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti
memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.”4
Baca Selengkapnya :
https://rumaysho.com/784-meraih-pahala-haji-dan-umroh-melalui-shalat-isyroq.html