Sesuai namanya, sholat hajat adalah
sholat sunnah yang dikerjakan dengan maksud khusus memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan hajat, kebutuhan atau keperluannya.
Jika kita renungkan, sebenarnya tidak
ada satu orang pun di dunia ini kecuali memiliki kebutuhan dan
keperluan. Ada kalanya keperluan itu sifatnya ringan dan tidak banyak
disadari. Misalnya kesehatan bagi orang yang sehat dan kebutuhan
sehari-hari. Para sahabat mencontohkan, mereka banyak berdoa kepada
Allah dalam urusan kecil sekalipun. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda:
إِذَا انْقَطَعَ
“Hendaklah salah seorang dari kalian
senantiasa meminta kebutuhannya kepada Tuhan, sampai pun ketika meminta
garam, sampai pun meminta tali sandalnya ketika putus.” (HR. Tirmidzi;
hasan)
Ketika kebutuhan atau keperluan itu
dirasa besar, Rasulullah mengajarkan untuk tidak hanya berdoa namun
mendahuluinya dengan sholat sunnah dua rakaat. Nah, sholat inilah yang
disebut sholat hajat.
Hukum Sholat Hajat
Sholat hajat hukumnya sunnah. Dalam
kitab-kitab fiqih, sebagian ulama mencantumkan sholat hajat namun
sebagian tidak mencantumkan pembahasannya.
Di antara ulama yang mencantumkan
pembahasan sholat hajat adalah Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, Prof Dr
Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu dan Syaikh Abdurrahman
Al Juzairi dalam Fiqih Empat Mazhab. Sedangkan Syaikh Musthofa Al Bugho
dalam Fiqih Manhaji tidak mencantumkan pembahasannya.
Sholat hajat juga banyak dibahas dalam
kitab-kitab hadits seperti Shahih at Targhib wat Tarhib karya Syaikh
Nasiruddin Al Albani dan Al Adzkar karya Imam Nawawi.
Prof Dr Wahbah Az Zuhaili mencantumkan
sholat hajat sebagai sholat sunnah ketiga dalam sub bab Sholat-Sholat
Mu’ayyanah Mustaqillah, setelah sholat tarawih,
sholat dhuha, sholat tasbih dan sholat istikharah.
“Sholat ini termasuk sholat sunnah
karena ada hadits riwayat Abdullah bin Abu Aufa dalam Sunan Tirmidzi
menerangkan tentang sholat ini. Imam At Tirmidzi berkata bahwa hadits
tentang sholat hajat termasuk hadits gharib,” tulis beliau dalam Fiqih
Islam wa Adillatuhu.
Syaikh Abdurrahman Al Juzairi dalam
Fiqih Empat Madzhab menuliskan, “Dianjurkan bagi setiap muslim yang
memiliki kebutuhan yang syar’i untuk melakukan sholat hajat.”
Keutamaan Sholat Hajat
Dalam Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq
menyebutkan keutamaan sholat hajat dengan mengutip hadits shahih dari
Abu Darda radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ
صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ
مُعَجِّلاً أَوْ مُؤَخِّراً
Barangsiapa berwudhu dan
menyempurnakannya, kemudian mengerjakan sholat dua rakaat dengan
sempurna maka Allah memberi apa saja yang ia minta, baik segera maupun
lambat (HR. Ahmad)
Jadi, keutamaan sholat hajat, selain
mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan seorang hamba
menjadi lebih dekat kepadaNya, juga kebutuhan atau keperluan yang ia
minta akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam
hadits di atas ada jaminan pasti akan diberi oleh Allah, baik diberi
segera dalam waktu cepat maupun diberi tidak segera alias tidak cepat
waktunya.
Keajaiban Sholat Hajat
Salah satu keajaiban sholat hajat
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi lalu dicantumkan Syaikh Nashiruddin Al
Albani dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib di bawah judul anjuran
sholat hajat dan doanya.
Dari Utsman bin Hunaif radhiyallahu
‘anhu, bahwa seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah
agar menyembuhkan penglihatan mataku.” Beliau bersabda, “Atau aku
biarkan saja engkau (seperti itu)?” Dia berkata, “Wahai Rasulullah,
hilangnya penglihatanku memberatkanku.” Rasulullah bersabda, “Pergilah
lalu berwudhulah, kemudian sholatlah dua rakaat, lalu ucapkanlah (doa):
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ
إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِىِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّى
تَوَجَّهْتُ إِلَى رَبِّى بِكَ أَنْ يَكْشِفَ لِيْ عَنْ بَصَرِيْ
اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِىَّ وَ شَفِّعْنِيْ فِيْ نَفْسِيْ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan Nabiku Muhammad, Nabi (pembawa)
rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku
denganmu agar Dia menyembuhkan penglihatanku. Ya Allah, terimalah
syafaatnya padaku dan terimalah syafaatku pada diriku.”
Lalu ia pun pulang dan Allah menyembuhkan penglihatannya.” (HR. Tirmidzi; hasan)
Syaikh Nashiruddin Al Albani menjelaskan
bahwa arti “wa syaffi’nii fii nafsii” adalah terimalah syafaatku pada
diriku yang maksudnya terimalah doaku.
Tata Cara Sholat Hajat
Tata cara sholat hajat sama dengan
sholat sunnah pada umumnya. Sebelum sholat disyaratkan suci dari hadats
kecil dan hadats besar; suci badan, pakaian dan tempat dari najis;
menutup aurat; dan menghadap kiblat.
Seperti hadits di atas, hendaklah
menyempurnakan wudhu dan sholat hajat dua rakaat juga dengan sempurna.
Secara ringkas, tata caranya sebagai berikut:
- Niat
- Takbiratul ihram, diikuti dengan doa iftitah
- Membaca surat Al Fatihah
- Membaca surat atau ayat Al Qur’an
- Ruku’ dengan tuma’ninah
- I’tidal dengan tuma’ninah
- Sujud dengan tuma’ninah
- Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
- Sujud kedua dengan tuma’ninah
- Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua
- Membaca surat Al Fatihah
- Membaca surat atau ayat Al Qur’an
- Ruku’ dengan tuma’ninah
- I’tidal dengan tuma’ninah
- Sujud dengan tuma’ninah
- Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
- Sujud kedua dengan tuma’ninah
- Tahiyat akhir dengan tuma’ninah
- Salam
Setelah selesai sholat dianjurkan
berdzikir sebagaimana penjelasan Imam Nawawi dalam Al Adzkar dan
kemudian berdoa kepada Allah memohon hajat atau kebutuhannya agar
dikabulkan Allah.
Niat Sholat Hajat
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat
adalah hati. Melafalkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus
melafalkan niat. Syaikh Wahbah menjelaskan, menurut jumhur ulama selain
madzhab Maliki, hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan
niat.
Sedangkan menurut madzhab Maliki, yang
terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam madzhab Syafi’i, niat sholat hajat dilafalkan sebagai berikut:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى
(Ushollii sunnatal haajati rok’ataini lillahi ta’aalaa)
Artinya: “Aku niat sholat sunnah hajat dua rakaat karena Allah Ta’ala”
Doa Sholat Hajat
Dalam kitab Al Adzkar, Imam Nawawi rahimahullah mencantumkan dua buah hadits terkait dzikir dan doa sholat hajat.
Pertama, adalah dzikir sholat hajat. Dibaca setelah selesai sholat.
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ الْحَلِيمُ
الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ
مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ
إِثْمٍ لاَ تَدَعْ لِى ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِىَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
“Tiada Ilah Tidak kecuali Allah, Yang
Maha Santun lagi Maha Mulia. Maha Suci Allah, Rabb Arsy yang agung.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Kepada-Mu-lah aku memohon
sesuatu yang menyebabkan memperoleh rahmat-Mu, dan sesuatu yang
mendatangkan ampunan-Mu dan memperoleh kebaikan dan selamat dari segala
dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa daripada diriku melainkan Engkau
ampuni dan tidak ada sesuatu keperluan melainkan Engkau beri jalan
keluar, dan tidak pula sesuatu hajat yang mendapat kerelaan-Mu,
melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan Yang Paling Pengasih dan
Penyayang” (HR. Tirmidzi)
Menurut Imam Nawawi, sanad hadits ini masih diperbincangkan sebagai kata Imam Tirmidzi sendiri.
Sedangkan doa sholat hajat yang shahih yang kemudian juga dicantumkan Imam Nawawi dalam Al Adzkar adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ
إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِىِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّى
تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّى فِى حَاجَتِى هَذِهِ فَتُقْضَى لِى
اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِىَّ
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepadaMu dan menghadap kepadaMu dengan Nabiku Muhammad, Nabi (pembawa)
rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku
denganmu dengan kebutuhanku ini agar dipenuhiNya. Ya Allah, terimalah
syafaatnya padaku.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)